I. Perdagangan Internasional (Ekspor-Impor), Utang Indonesia dan Nilai Tukar (Kurs) 5 Mata Uang Asing terhadap Rupiah
Perdagangan Internasional (Ekspor-Impor)
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu negara dengan negara lain atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya dilakukan oleh negara maju saja, namun juga negara berkembang. Kegiatan perdagangan internasional dibagi menjadi dua jenis kegiatan perdagangan yaitu kegiatan ekspor dan kegiatan impor. Ekspor adalah kegiatan menjual barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri. Adapun impor adalah kegiatan membeli barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan melakukan perdagangan internasional melalui kegiatan ekspor impor, negara maju akan memperoleh bahan-bahan baku yang dibutuhkan industrinya sekaligus dapat menjual produknya ke negara – negara berkembang. Sementara itu, negara berkembang dapat mengekspor hasil – hasil produksi dalam negeri sehingga memperoleh devisa.
Untuk melihat perbandingan antara besarnya nilai ekspor dengan nilai impor suatu negara dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun menggunakan Neraca perdagangan.
Neraca perdagangan disebut aktif apabila jumlah nilai ekspor suatu negara lebih besar dari pada impornya terjadi sisa lebih (+) atau surplus.
Neraca perdagangan pasif apabila jumlah ekspor suatu negara lebih kecil dari pada nilai impor terjadinya sisa kurang (-) defisit.
Data Neraca Perdagangan Internasional (Ekspor-Impor) Indonesia (US $)
Tahun 2009-2015 (7 Tahun Terakhir)
Tahun |
Perdagangan Internasional (US $) |
Keadaan |
||
Ekspor |
Impor |
Neraca Perdagangan |
||
2009 |
116 510 026 081 |
96 829 244 981 |
19 680 781 100 |
Surplus |
2010 |
157 779 103 470 |
135 663 284 048 |
22 115 819 422 |
Surplus |
2011 |
203 496 620 060 |
177 435 555 736 |
26 061 064 324 |
Surplus |
2012 |
190 031 845 244 |
191 691 001 109 |
-1 659 155 865 |
Defisit |
2013 |
182 551 794 701 |
186 628 669 880 |
-4 076 875 179 |
Defisit |
2014 |
175 980 836 906 |
178 178 816 605 |
-2 197 979 699 |
Defisit |
2015 |
150 366 291 503 |
142 694 804 223 |
7 671 487 280 |
Surplus |
Berdasarkan pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa selama periode tahun 2009 sampai tahun 2015 perkembangan neraca perdagangan mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009 dan 2010 neraca perdagangan berada pada kondisi surplus yang bernilai positif dimana jumlah nilai ekspor lebih besar daripada impornya yaitu sebesar 19.680.781.100 US $ tahun 2009 dan 22.115.819.422 US $ tahun 2010. Kemudian ditahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 26.061.064.324 US $ dalam keadaan surlpus. Namun di tahun 2012 sampai tahun 2014 neraca perdagangan berada pada keadaan defisit yang bernilai negatif dimana jumlah nilai ekspor lebih kecil daripada impornya. Pada tahun 2012 sebesar 1.659.155.865 US $, tahun 2013 sebesar 4.076.875.179 US $ dan pada tahun 2014 sebesar 2.197.979.699 US $. Kemudian pada tahun 2015 mengalami surplus kembali sebesar 7.671.487.280 US $. Keadaan surplus tertinggi berada pada tahun 2011 yaitu sebesar 26.061.064.324 US $. Dan keadaan defisit tertinggi berada pada tahun 2013 yaitu sebesar 4.076.875.179 US $.
- Utang Luar Negeri
Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh pemerintah negara-negara maju atau badan-badan internasional yang khusus dibentuk untuk memberikan pinjaman dengan kewajiban untuk membayar kembali dan membayar bunga pinjaman tersebut. Tujuannya untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu.
Berdasarkan buku Statistik Utang Luar Negeri Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk. SBN terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). SUN terdiri dari Obligasi Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yang berjangka waktu sampai dengan 12 bulan. SBSN terdiri dari SBSN jangka panjang (Ijarah Fixed Rate /IFR) dan Global Sukuk.
Utang luar negeri bank sentral adalah utang yang dimiliki oleh Bank Indonesia, yang diperuntukkan dalam rangka mendukung neraca pembayaran dan cadangan devisa. Selain itu juga terdapat utang kepada pihak bukan penduduk yang telah menempatkan dananya pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan utang dalam bentuk kas dan simpanan serta kewajiban lainnya kepada bukan penduduk.
Sedangkan Utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing dan atau rupiah berdasarkan perjanjian utang (loan agreement) atau perjanjian lainnya, kas dan simpanan milik bukan penduduk, dan kewajiban lainnya kepada bukan penduduk. Utang luar negeri swasta meliputi utang bank dan bukan bank. Utang luar negeri bukan bank terdiri dari utang luar negeri Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan termasuk perorangan kepada pihak bukan penduduk. Termasuk dalam komponen utang luar negeri swasta adalah utang luar negeri yang berasal dari penerbitan surat berharga di dalam negeri yang dimiliki oleh bukan penduduk.
Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Menurut Kelompok Peminjam (juta US$), 2009 – 2015
Kelompok Peminjam |
Tahun |
||||||
2009 |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 x |
2015 xx |
|
Pemerintah dan Bank Sentral |
99.265 |
118.624 |
118.642 |
126.119 |
123.548 |
129.736 |
143.009 |
Pemerintah |
90.853 |
106.860 |
112.427 |
116.187 |
114.294 |
123.806 |
137.746 |
Bank Sentral |
8.412 |
11.764 |
6.215 |
9.932 |
9.255 |
5.930 |
5.264 |
Swasta |
73.606 |
83.789 |
106.732 |
126.245 |
142.561 |
164.035 |
167.713 |
Bank1 |
9.530 |
14.382 |
18.466 |
23.018 |
24.431 |
31.706 |
32.496 |
Bukan Bank |
64.075 |
69.407 |
88.266 |
103.228 |
118.130 |
132.328 |
135.217 |
Lembaga Keuangan Bukan Bank |
3.066 |
3.575 |
6.103 |
7.713 |
7.947 |
10.218 |
11.265 |
Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan |
61.009 |
65.833 |
82.162 |
95.515 |
110.183 |
122.110 |
123.952 |
Jumlah |
172.871 |
202.413 |
225.375 |
252.364 |
266.109 |
293.770 |
310.722 |
Catatan:
r Angka diperbaiki
x Angka sementara
xx Angka sangat sementara
1 Sejak 2010 data kas dan simpanan serta kewajiban lainnya bank masih merupakan angka sementara
Sumber: Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Vol. VI April 2015
Dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia
Sumber : Diolah oleh Badan Pusat Statistik
Utang luar negeri terbagi dalam utang luar negeri pemerintah, swasta dan Bank Sentral (Bank Indonesia). Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa selama tahun 2009 sampai tahun 2010 utang luar negeri total Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Utang luar negeri Indonesia tertinggi tercatat pada tahun 2015 dengan nilai 310.722 juta US $ Sedangkan utang luar negeri Indonesia terendah ada pada tahun 2009 dengan nilai 172.871 US $.
- Nilai Tukar (Kurs)
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar atau kurs adalah banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh 1 mata uang asing. Nilai tukar atau kurs antara dua mata uang dari dua Negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan internasional yang berlangsung di antara kedua Negara. Jika nilai impor suatu Negara lebih besar dari pada nilai ekspornya berarti Negara tersebut mengalami defisit perdagangan sehingga nilai kurs mata uangnya akan mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar dan hal itu akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mengambang yang berlaku pada saat ini di Indonesia.
Dalam artikel yang ditulis oleh Putra mengenai Perkembangan kebijakan sistem nilai tukar di Indonesia Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu sistem nilai tukar tetap, sistem nilai tukar mengambang terkendali, dan sistem nilai tukar mengambang bebas.
Pertama, sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing.
Kedua, sistem nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.
Ketiga, sistem nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan.
Kurs yang sering kita temui di bank atau tempat penukaran uang asing (money changer), di antaranya sebagai berikut:
Kurs beli, yaitu kurs yang digunakan apabila bank atau money changer membeli valuta asing atau apabila kita akan menukarkan valuta asing yang kita miliki dengan rupiah.
Kurs jual, yaitu kurs yang digunakan apabila bank atau money changer menjual valuta asing atau apabila kita akan menukarkan rupiah dengan valuta asing yang kita butuhkan.
Kurs tengah, yaitu kurs antara kurs jual dan kurs beli (penjumlahan kurs beli dan kurs jual yang dibagi dua).
Kurs Tengah 5 Mata Uang Asing Terhadap Rupiah di Bank Indonesia di Jakarta (rupiah), 2009 - 2015
Rincian |
2009 |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
2015 |
Dolar Australia |
8.432 |
9.143 |
9.203 |
10.025 |
10.876 |
10.218 |
10.064 |
Euro |
13.510 |
11.956 |
11.739 |
12.810 |
16.821 |
15.133 |
15.070 |
Pound sterling Inggris |
15.114 |
13.894 |
13.969 |
15.579 |
20.097 |
19.370 |
20.451 |
Dollar Singapura |
6.699 |
6.981 |
6.974 |
7.907 |
9.628 |
9.422 |
9.751 |
Dolar Amerika |
9.400 |
8.991 |
9.068 |
9.670 |
12.189 |
12.440 |
13.795 |
Sumber: Badan Pusat Statistik diolah dari Bank Indonesia
Berdasarkan pada tabel di atas dapat dijelaskan bahwa selama periode tahun 2009 sampai tahun 2015 perkembangan Nilai tukar atau Kurs Rupiah terhadap 5 mata uang asing mengalami perkembangan yang fluktuasi. Pada tahun 2009 kurs Dolar Australia terhadap rupiah sebesar Rp8.432, Euro Rp13.510, Pound sterling Inggris Rp15.114, Dollar Singapura Rp6.699 dan pada Dollar Amerika sebesar Rp9.400. Pada tahun 2010 kurs Dollar Australia dan Dollar Singapura terhadap Rupiah mengalami penaikkan sebesar Rp9.143 pada Dollar Australia dan Rp6.981 pada Dollar Singapura. Sedangkan pada Euro, Pound sterling Inggris, dan Dollar Amerika mengalami penurunan sebesar Rp11.956 pada Euro, Rp13.894 pada Pound sterling Inggris, dan Rp8.991 pada Dollar Amerika. Pada tahun 2011 kurs Dollar Australia, Pound sterling Inggris, Dollar Amerika terhadap Rupiah mengalami penaikkan sebesar Rp9.203 pada Dollar Australia, Rp13.969 pada Pound sterling Inggris dan Rp9.068 pada Dollar Amerika. Sedangkan pada Euro, dan Dollar Singapura mengalami penurunan sebesar Rp11.739 pada Euro, dan Rp6.974 pada Dollar Singapura. hingga akhir tahun 2015 kurs Pound sterling Inggris, Dollar Singapura, dan Dollar Amerika terhadap Rupiah mengalami penaikkan sebesar Rp20.451 pada Pound sterling Inggris, Rp9.751 pada Dollar Singapura, dan Rp13.795 pada Dollar Amerika. Sedangkan kurs pada Dollar Australia dan Euro mengalami penurunan yaitu Rp10.064 pada Dollar Australia dan Rp15.070 pada Euro.
II. Analisis Hubungan Perdagangan Internasional (Ekspor-Impor), Utang Indonesia dan Nilai Tukar (Kurs) terhadap Perekonomian Indonesia meliputi Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Nasional dan Pendapatan Perkapita.
Pada hakikatnya, pertumbuhan ekonomi menggambarkan ekspansi GDP potensial atau output nasional Negara. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang. Pertumbuhan ekonomi diukur dalam bentuk perkembangan ekonomi dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional riil perekonomian selama satu periode jangka panjang (Tadang, 1981).
Ada beberapa model pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu Solow, Harord-Domar, Schumpeter dan Jalur Cepat. Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw, 2000).
Hampir sama seperti Solow, teori Harrod -Domar menekankan pentingnya peran akumulasi modal dalam proses pertumbuhan. Di mana setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Harrod -Domar menitikberatkan bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu menumbuhkan pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas produksi dengan cara memperbesar persediaan modal.
Teori Schum Peter menekankan pada faktor inovasi enterpreneur sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi kapitalistik. Sedangkan menurut teori pertumbuhan ekonomi jalur cepat, setiap Negara/wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, baik karena potensi alam maupun karena sektor itu memiliki competitive advantage untuk dikembangkan.
Perkembangan Produk Domestik Bruto dan Produk Domestik Bruto per Kapita Atas Dasar Harga Konstan 2010, 2010-2014
Rincian |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 x |
2014 xx |
Produk Domestik Bruto (miliar rupiah) |
6 864 133,1 |
7 287 635,3 |
7 727 083,4 |
8 158 193,7 |
8 568 115,6 |
Produk Domestik Bruto per kapita (ribu rupiah) |
28 778,2 |
30 115,4 |
31 484,5 |
32 787,8 |
33 978,2 |
Jumlah penduduk pertengahan tahun 1 (juta orang) |
238,5 |
242,0 |
245,4 |
248,8 |
252,2 |
Catatan:
x Angka sementara
xx Angka sangat sementara
1 Sumber: Sensus Penduduk 2010
Diolah dari Hasil Sensus, Survei, dan Berbagai Sumber Lainnya
Data dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia
Sumber : Diolah oleh Badan Pusat StatistikBerdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) selama tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2010 PDB sebesar 6.864.133,1 Miliar Rupiah, kemudian meningkat menjadi 7.287.635,3 Miliar Rupiah di tahun 2011. Namun ditahun 2012 mengalami penurunan menjadi 7.727.083,4 Miliar Rupiah. Pada tahun 2013 PDB Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.158.193,7 Miliar Rupiah dan di tahun 2014 meningkat juga menjadi 8.568.115,6 Miliar Rupiah.
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Perkapita selama tahun 2010 sampai tahun 2014 juga mengalami peningkatan disetiap tahunnya. Pada tahun 2010 PDB sebesar 28.778,2 Miliar Rupiah, kemudian meningkat menjadi 30.115,4 Miliar Rupiah di tahun 2011. Ditahun 2012 menjadi 31.484,5 Miliar Rupiah. Pada tahun 2013 PDB Indonesia mengalami peningkatan sebesar 32.787,8 Miliar Rupiah dan di tahun 2014 meningkat juga menjadi 33.978,2 Miliar Rupiah.
- Hubungan Perdagangan Internasional (Ekspor-Impor) terhadap Perekonomian Indonesia
Menurut Smith, pasar yang luas dapat diperoleh dengan melakukan perdagangan internasional. Kegiatan perdagangan internasional yaitu kegiatan ekspor dan kegiatan impor. Ekspor adalah upaya untuk melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada negara lain atau bangsa asing sesuai dengan peraturan pemerintah dengan mengharap akan pembayaran dalam valuta asing, serta melakukan komunikasi dengan bahasa asing (Amir, 2001 : 4). Ekspor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, seperti yang telah dijelaskan dalam teori Hecksher-Ohlin (dalam Appleyeard, Field dan Cobb, 2008) bahwa suatu negara akan mengekspor produknya yang produksinya menggunakan faktor produksi yang murah dan berlimpah secara intensif. Kegiatan ini akan menguntungkan bagi negara tersebut, karena akan meningkatkan pendapatan nasional dan mempercepat proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan, Impor merupakan pembelian atau pemasukan barang dari luar negeri ke dalam suatu perekonomian dalam negeri (Sukirno, 2006 : 203). Impor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, seperti yang telah dijelaskan dalam teori Hecksher-Ohlin (dalam Appleyeard, Field dan Cobb, 2008) menyatakan bahwa suatu negara akan mengimpor produk/barang yang menggunakan faktor produksi yang tidak atau jarang dimiliki oleh negara tersebut. Kegiatan ini akan menguntungkan bagi negara tersebut dibandingkan melakukan produksi sendiri namun tidak secara efisien.
Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya mencetak surplus perdagangan internasional atau yang lebih dikenal dengan istilah ekspor neto. Ekspor neto adalah suatu keadaan dimana nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor. Jika ekspor neto positif maka mencerminkan tingginya permintaan akan barang dan jasa dalam negeri, tentunya hal ini akan meningkatkan produktivitas yang dapat menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi dalam nageri. Sebaliknya, jika ekspor neto negatif maka mencerminkan turunnya permintaan barang dan jasa yang akan menyebabkan menurunnya produktivitas, dan akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi.
Pendapatan Perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Besarnya impor yang dilakukan suatu Negara antara lain ditentukan oleh sampai dimana kesanggupan barang – barang yang dihasilkan di Negara itu karena tidak semua barang dan jasa bisa dihasilkan di dalam negeri, maka harus mengimpor dari Negara lain yaitu mengimpor barang modal dan bahan yang tidak tersedia di dalam negeri. Makin besar impor, makin besar pengeluaran Negara keluar negeri. Jumlah impor di tentukan oleh kesanggupan atau kemampuan luar negeri. Apabila barang – barang dari luar negeri mutunya lebih baik atau harga – harganya lebih murah daripada barang – barang yang sama yang dihasilkan di dalam negeri maka akan ada kecenderungan bahwa Negara tersebut akan mengimpor lebih banyak barang dari luar negeri selain itu yang paling menentukan jumlah impor adalah kemampuan masyarakat dalam membeli barang – barang hasil buatan luar negeri, yang berarti nilai impor tergantung dari tingkat pendapatan perkapita serta makin rendah kemampuan dalam menghasilkan barang akan mengakibatkan kenaikan impor ( Deliarnov, 1995).
- Hubungan antara Nilai Tukar (Kurs) terhadap Perekonomian Indonesia
Perdagangan internasional (ekspor dan impor) ini akan menimbulkan perbedaan mata uang yang digunakan antar negara-negara yang bersangkutan. Akibat adanya perbedaan mata uang antar negara eksportir dan importir menimbulkan suatu perbedaan nilai tukar mata uang atau yang biasa lebih dikenal dengan istilah kurs. Nilai tukar atau kurs adalah jumlah uang domestik yang dibutuhkan yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan untuk meperoleh 1 unit mata uang asing (Murni 2006 : 244). Nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam suatu perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada variabel lain seperti harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi berjalan (Batiz, 1994). Seperti yang telah dijelaskan dalam teori Mundell-Fleming (dalam Mankiw 2003 : 306-307) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara kurs dengan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin tinggi kurs maka ekspor neto (selisih antara ekspor dan impor) semakin rendah, penurunan ini akan berdampak pada jumlah output yang semakin berkurang dan akan menyebabkan PDB (Pertumbuhan ekonomi) menurun.
Fluktuasi mata uang adalah hasil alami dari sistem nilai tukar yang berubah-ubah yang merupakan norma dari sebagian besar perekonomian utama. Nilai tukar satu mata uang terhadap yang lain dipengaruhi oleh berbagai faktor fundamental dan teknis. Termasuk diantaranya jumlah pasokan dan permintaan dari dua mata uang tersebut, kinerja ekonomi, prospek inflasi, perbedaan suku bunga, arus modal, dukungan teknis dan tingkat resistensi, dan sebagainya. Karena faktor-faktor ini umumnya dalam keadaan fluks terus-menerus maka nilai mata uang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Namun, walaupun tingkat mata uang sebagian besar seharusnya ditentukan oleh ekonomi yang mendasarinya, hal ini sering berubah-ubah, karena gerakan besar dalam mata uang juga bisa mendikte nasib perekonomian suatu negara.
Terjadinya fluktuasi kurs mata uang baik negatif maupun positif disebabkan adanya gejolak situasi ekonomi makro suatu negara. Hal ini tentu saja termasuk Indonesia bersama empat negara ASEAN lainnya. Misalnya terhadap mata uang Dollar AS, Kecenderungan negatif pada volatilitas kurs mata uang Rupiah terhadap dollar AS di Indonesia tentu dipicu oleh beberapa faktor penyebab di antaranya adanya tekanan terhadap Rupiah yang terjadi pada jatuh tempo utang luar negeri swasta yang umumnya menggunakan denominasi dollar AS. Terdepresiasinya nilai tukar lebih dalam akan menguras banyak devisa terutama untuk menalangi impor. Bagaimanapun pada satu sisi terlalu kuatnya kurs Rupiah terhadap dollar AS akan membantu dalam mendapatkan barang modal (mesin, teknologi, dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi industri manufaktur dan sektor riil umumnya) dengan harga lebih murah. Jika Rupiah terdepresiasi maka barang-barang modal itu menjadi mahal dengan sendirinya karena seluruhnya menggunakan denominasi dollar AS. Oleh karena itu ketika arus investasi meningkat, baik investasi dalam skema penanaman modal dalam negeri dan asing, terutama di sektor riil, maka permintaan akan barang modal akan semakin tinggi yang semuanya berasal dari impor. Tentu saja kondisi ini akan meningkatkan permintaan akan dollar AS untuk transaksi mendapatkan barang modal tersebut. Di lain sisi, tingginya investasi dengan kebutuhan akan barang modal yang besar tersebut akan menyebabkan ekonomi memanas (over- heating). Meskipun investasi dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja secara bersamaan dengan itu fluktuasi kurs Rupiah akan terjadi.
- Hubungan Utang Luar Negeri terhadap Perekonomian Indonesia
Terdapat beberapa pandangan yang menyatakan tentang keterkaitan antara utang dan pertumbuhan ekonomi. Pasaribu (2003), menuliskan tentang pandangan ekonom mengenai hubungan antara utang dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan melalui 3 aliran, yaitu Klasik/Neo Klasik, Keynesian dan Ricardian. Menurut Barsky, et. Al (1986) ekonom Klasik/Neo Klasik mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar negeri untuk membiayai pengeluaran pemerintah hanya menaikkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik bruto. Kelompok Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan meningkatkan konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment, defisit anggaran pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta tergusur (Barsky, et al, 1986).
Sedangkan paham keynesian ditelaah oleh Eisner (1989) dan Bernheim (1989). Paham keynesian melihat kebijakan peningkatan anggaran belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri akan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh lanjut dari terjadinya akumulasi modal. Kelompok keynesian memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah yang ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sehingga kenaikan pendapatan akan meningkatkan konsumsi. Hal ini mengakibatkan beban pajak pada masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan. Peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian. Kesimpulannya, kebijakan menutup defisit anggaran dengan utang luar negeri dalam jangka pendek akan menguntungkan perekonomian dengan adanya pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan pendapat berbeda lagi digagaskan oleh Ricardian. Pemahaman Ricardian menurut Barro (1974, 1989), Evans (1988) menjelaskan bahwa kebijakan utang luar negeri untuk membiayai defisit anggaran belanja pemerintah tidak akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena efek pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan utang publik harus dibayar oleh pemerintah pada masa yang akan datang dengan kenaikan pajak. Oleh karena itu, masyarakat akan mengurangi konsumsinya pada saat sekarang untuk memperbesar tabungan yang selanjutnya digunakan untuk membayar kenaikan pajak pada masa yang akan datang.
Kesimpulan
· Kegiatan perdagangan internasional dibagi menjadi dua jenis golongan kegiatan perdagangan yaitu kegiatan ekspor dan kegiatan impor . Ekspor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara dimana suatu negara akan mengekspor produknya yang produksinya menggunakan faktor produksi yang murah dan berlimpah secara intensif. Kegiatan ini akan menguntungkan bagi negara tersebut, karena akan meningkatkan pendapatan nasional dan mempercepat proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan Impor sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dimana suatu negara akan mengimpor produk/barang yang menggunakan faktor produksi yang tidak atau jarang dimiliki oleh negara tersebut.
· Ekspor neto /keadaan surplus adalah suatu keadaan dimana nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor. Jika ekspor neto positif maka mencerminkan tingginya permintaan akan barang dan jasa dalam negeri, tentunya hal ini akan meningkatkan produktivitas yang dapat menyebabkan naiknya pertumbuhan ekonomi dalam nageri. Sebaliknya, jika ekspor neto negatif maka mencerminkan turunnya permintaan barang dan jasa yang akan menyebabkan menurunnya produktivitas, dan akan mengganggu laju pertumbuhan ekonomi.
· Terdapat hubungan negatif antara kurs dengan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin tinggi kurs maka ekspor neto (selisih antara ekspor dan impor) semakin rendah, penurunan ini akan berdampak pada jumlah output yang semakin berkurang dan akan menyebabkan PDB (Pertumbuhan ekonomi) menurun.
Komentar
Posting Komentar