I. Apa Pengertian dari Ekonomi Regional?
Pengertian Ekonomi Regional
Ilmu ekonomi regional adalah ilmu ekonomi wilayah yang menitik beratkan pada bahasan dimensi tata ruang / space/ spatial. Ilmu ekonomi regional merupakan bagian daripada ilmu ekonomi, dimana secara spesifik membahas tentang pembatasan-pembatasan wilayah ekonomi dari suatu Negara dengan mempertimbangkan kondisi dan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang tersedia disetiap wilayah ekonomi. Ilmu ekonomi regional tidak membahas tentang kegiatan individu, tetapi melainkan menganalisa suatu wilayah secara keseluruhan dengan mempertimbangkan potensi yang beragam yang dapat dikembangkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dari wilayah yang bersangkutan.
Ruang ( region ) merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan wilayah. Konsep ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu: Jarak; Lokasi; Bentuk; Ukuran. Konsep ruang sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala kekayaan membutuhkan organisasi/pengaturan ruang dan waktu. Unsur-unsur (jarak, lokasi, bentuk dan ukuran) secara bersama-sama menyusun unit tata ruang yang disebut wilayah.
Konsep Wilayah
Wilayah (region) didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang di batasi oleh kriteria tertentu dan bagian-bagiannya tergantung secara internal. Wilayah dapat di bagi menjadi empat jenis yaitu:
1. Wilayah Homogen
Wilayah homogen adalah wilayah yang dipandang dari aspek/criteria mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri yang relatif sama. Sifat-sifat atau ciri-ciri kehomogenan ini misalnya dalam hal ekonomi (seperti daerah dengan stuktur produksi dan kosumsi yang homogen, daerah dengan tingkat pendapatan rendah/miskin dll.)
2. Wilayah Nodal
Wilayah nodal (nodal region) adalah wilayah yang secara fungsional mempunyai ketergantungan antara pusat (inti) dan daerah belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus penduduk, factor produksi, barang dan jasa, ataupun komunikasi dan transportasi.
3. Wilayah Administratif
Wilayah Administratif adalah wilayah yang batas-batasnya di tentukan berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan atau politik, seperti: propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan, dan RT/RW.
4. Wilayah Perencanaan
Wilayah perencanan (planning region atau programming region) adalah merupakan wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Ilmu ekonomi Regional muncul sebagai suatu perkembangan baru dalam ilmu ekonomi yang secara resmi baru mulai pada pertengahan tahun lima puluhan.Karena adanya kekhususan yang dimiliki oleh ekonomi regional menyebabkan ilmu ini telah berkembang menjadi suatu bidang spesialisasi yang baru yang berdiri sama halnya dengan cabang ilmu ekonomi lainnya seperti ekonometrik, ekonomi kependudukan, operational research, dan lain- lainnya. Sama halnya dengan ilmu-ilmu lain, ilmu ekonomi regional muncul sebagai suatu kritik dan sekaligus memberi dimensi baru pada analisis ekonomi dalam rangka melengkapi dan mengembangkan pemikiran ekonomi tradisional sehinga dapat memecahkan masalah-masalah sosial ekonomi yang terus berubah sepanjang zaman.
Munculnya Ilmu Ekonomi regional adalah karena adanya ketidakpuasan dari para ahli ekonomi dalam mendeskripsikan ekonomi wilayah dimana terdapat kelemahan dari ilmu ekonomi tradisional yang pada umumnya mengabaikan dimensi lokasi dan ruang (space) dalam analisisnya. Selain itu ilmu ekonomi mengangap bahwa struktur ekonomi wilayah adalah sama dengan struktur ekonomi nasional yang dalam kenyataan sukar diterima. Akibatnya, analisis ilmu ekonomi tradisional cenderung menjadi kurang realistis karena bagaimanapun adanya unsur lokasi dan ruang adalah jelas dan nyatanya memengaruhi kegiatan sosial-ekonomi. Aspek ini terutama sangat mempengaruhi analisis ekonomi wilayah, dimana ruang yang tersedia relatif sempit sedangkan kepadatan penduduk sangat tinggi sehingga pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan (land-use) harus dilakukan lebih secara teliti.
Beberapa kelemahan daripada ilmu ekonomi tradisional sehingga melahirkan ilmu ekonomi regional antara lain:
1. Dalam ilmu ekonomi tradisional hanya ada 3 pertanyaan pokok yang mendasar dalam permasalahan ekonomi yaitu:
- WHAT, Permasalahan pertama adalah manyangkut dengan apa (what) yang akan diproduksi.
- HOW, Permasalahan kedua adalah menyangkut dengan pernyataan bagaimana (how) barang tersbut diproduksi.
- WHO, Pertanyaan ketiga adalah siapa (who) yang akan menggunakan hasil produksi tersebut.
Namun tidak ada pertanyaan yang menanyakan dimana (WHERE) kegiatan produksi itu harus dilakukan? Pertanyaan ini sangat penting artinya karena kondisi geografis dan tingkat upah buruh pada umumnya sangat bervariasi antara wilayah sehingga pemilihan alokasi juga menentukan tingkat efisiensi kegiatan produksi dan distribusi. Maka dari itu muncullah ekonomi regional yang akan menjawab permasalahan tersebut.
2. Wilayah diterjemahkan sebagai perekonomian sektor. Sektor di suatu wilayah terdiri atas beberapa sektor yang dimana total dari perekonomian sector adalah PDRB. Jadi wilayah ukurannya adalah Produk Domestik Regional Bruto yang dilambangkan dengan symbol Y (Pendapatan) dan ukuran yang digunakan agregat, model-model yang digunakan adalah model-model agregat, teori-teori yg digunakan adalah teori-teori agregat, teori statis komparatif. Ukuran wilayah ini tidaklah memuaskan. Kemudian, menganggap bahwa analisis seperti ini, analisisi yang bersifat space less/tanpa ruang, yang menganalisis wilayah dengan tutup mata, yang tidak melihat wilayah apa adanya. PDRB ini adalah seluruh produksi barang-barang dan jasa-jasa yang ada dalam suatu provinsi/Kabupaten, tapi bukan jumlah produksi karena itu masih harus ditambah dengan cost (biaya) yang dimaksud disini adalah nilai tambah, keseluruhan produksi berbagai barang dan jasa dari berbagai sektor sehingga menghasilkan pendapatan. Jadi PDRB itu adalah nilai tambah dari seluruh produksi barang dan jasa. tetapi pada kenyataannya data yang diperoleh adalah data kasar karena hanya menggunakan data statistik, tidak bisa dihitung jumlah produksi. Apalagi jika barang yang keluar masuk sehingga akan sulit menghitung hasrat konsumsi marjinal. Sehingga data itu tidaklah mencerminkan data yang sesungguhnya.
3. Dalam ilmu ekonomi tradisional mengatakan bahwa konsep pendapatan nasional (Y) digunakan semua daerah dalam hal ini tiap daerah diperlakukan sama (asumsi wilayah itu homogen/sama). Model yang digunakan adalah Y = C + I + G + (X-M), baik nasional dan daerah menggunakan persamaan tersebut. Padahal dalam kenyataannya tiap daerah itu tidak sama. Wilayah kabupaten tidak dapat disamakan dengan negara terutama membahas variabel dari ekspor dan impor. Negara mempunyai ekspor-impor dan punya tarif dan kuota, tapi kabupaten tidak bisa dikatakan bahwa barang yang ada adalah barang ekspor maupun impor, dalam hal ini tidak dapat menghitungnya.
4. Di tiap wilayah tidak ada namanya pendapatan nasional tetapi yang ada hanyalah perdapatan provinsi, kota, desa dsb. Jika dilihat dari sisi suatu negara jelas ada pendapatan nasional (pendapatan tiap masyarakat di suatu negara) tetapi untuk cakupan wilayah tidak bisa di deskripsikan seperti itu. Jadi pendapatan nasional itu sendiri yang mempunyai pendapatan adalah provinsi. Kontribusi dari semua PDRB provinsi merupakan PNB (produk nasional bruto), yang akan digunakan dalam pembangunan dimana akan dibagi tiap daerah provinsi berdasarkan jumlah penduduk. Jika jumlah penduduknya sedikit maka anggaran yang diberikan juga sedikit dari pendapatan nasional tersebut dan daerah yang padat penduduk mendapatkan anggaran yang lebih banyak. Hal tersebut menimbulkan ketimpangan. Misalnya, daerah Irian Jaya memiliki sedikit penduduk sehinnga anggaran yang diberikan juga sedikit. Padahal jika dilihat dari sisi hasil SDA, Irian Jaya lebih besar meyumbang terhadap pendapatan nasional. Hal tersebut berarti ada ketidakseimbangan diman bagi mereka yang pendapatan tinggi telah berkontribusi besar terhadap PDRB bagi pendapatan nasional mendapat bagian yang sedikit karena jumlah penduduknya sedikit. Sehingga dapat dikatakan model seperti ini sudah tidak realistis.
5. Pada model persamaan Y = C , ada ketidakpuasan dimana secara teori pendapatan sama dengan konsumsi tetapi kenyataannya tidak demikian. Misalnya, konsumsi garam yang tidak diroduksi d daerah kita maka terpaksa harus membelinya dari luar daerah sehingga pendapatan kita mengalir ke luar daerah. Sehingga dari sisi ekonomi wilayah sudah tidak realistis lagi jika dikatakan Y = C. Dalam hal ini model tersebut tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya
6. Asumsi ekonomi seperti asumsi ceteris paribus sebenarnya sudah tidak realistis. Seorang produsen akan berada dalam keseimbangan penuh apabila MC=MR, asumsinya ceteris paribus. Misalnya, Produsen bakso akan untung jika semua orang makan bakso, ceteris paribus itu artinya semua hal-hal lain dianggap sama. Semua produsen memiliki pendapatan yang sama , konsumsi sama. Dan asumsi ini sudah tidak realistis. Asumsi yang selama ini kita yakini pada akhirnya adalah tidak mungkin. belum lagi keseimbangan, asumsi itu jauh dari ekspektasi.
7. Contoh asumsi ceteris paribus yang lain adalah pemerintah yang menetapkan program BKKBN yang bertujuan untuk mengurangi ledakan penduduk tapi itu tidak realistis karena masih banyak wilayah yang penduduknya seidikit dan program itu tidak dapat dijalankan. Tapi karena programnya agregat maka semua daerah harus mengikutinya. Jadi ada begitu banyak program pembangunan yang mengalir ketempat yang tidak tepat sasaran.
Jadi itulah yang membuat mengapa ekonomi regional lahir, adanya ketidakpuasan dari ahli ekonomi mengenai analisa ekonomi wilayah. Bahwa ternyata analisa-analisa ini teori, konsep, model hasil akhirnya adalah ketidakseimbangan.
Sudah begitu banyak teori, model, teknik, analisis untuk membuat model menjadi seimbang tapi yang terjadi adalah ketidakseimbangan konsep untuk menganalisis. Sampai pada game teory yang berusaha memanipulasi variable-variabel tadi agar itu menjadi seimbang tetapi itu semua dilemahkan melalui asumsi yang mendasarinya. Asumsinya adalah wilayah itu space less/tanpa ruang dan dalam kenyataannya wilayah itu berbeda-beda.
Dari beberapa model-model ini sudah puluhan tahun, kekecewaan terhadap analisis seperti ini artinya ukuran-ukuran, kinerja-kinerja perekonomian setiap daerah tidak menggambarkan kinerja perekonomian yang sesungguhnya karena data perekonomian sector dan semua wilayah dianggap homogen (dianggap sama), semua wilayah diukur sebagai perekonomian sector yang mereka berikan tidak sebanding dengan apa yang mereka terima yang membuat perekonomian ini tidak dalam seimbang, keseimbangan pertumbuhan dan pemerataan hanya sebatas teori saja, artinya ketika kita mau tumbuh kita tidak merata dan jika kita mau merata kita tidak tumbuh sehingga ada trade-off. Jadi itulah kekecewaan-kekecewaan terhadap analisis ekonomi kemudian melahirkan ekonomi regional (ekonomi wilayah). Penjabaran di atas dilihat dari sisi pandangan subyektif.
Dalam ekonomi regional melihat perekonomian dalam 3 pandangan yaitu: subyektif, obyektif dan prefentif.
Tabel 1. perekonomian dalam pandangan subyektif, obyektif dan prefentif.
Subyektif |
Obyektif |
Pragmatis |
Wilayah Homogen (sama) |
Wilayah itu berbeda-beda bentuk dan besarnya |
Semua masalah dapat diselesaikan dengan cara dipikirkan bersama. |
Wilayah statis/tidak berkembang |
Wilayah itu dinamis, berkembang bahkan gradual |
Wilayah perencanaan |
Space less (tanpa ruang) |
Berhubungan secara fungsional baik secara vertikal maupun horizontal. |
Antar wilayah saling terhubung |
Perekonomian sektor dimana ukuran wilayah hanya dilihat berdasarkan PDRB |
Teori nodal (daerah saling berhubungan satu sama lain) |
|
Ukuran agregat |
Teori kutub pertumbuhan |
|
Analisis sektor |
Teori Lokasi |
|
Model-model agregat |
Teori gravitasi |
|
|
|
|
Ketidakseimbangan |
Ketidakseimbangan |
|
III. Bagaimana Ekonomi Regional itu
Dikatakan pula bahwa wilayah itu statis / tidak berkembang. Pada kenyataannya wilayah berkembang/ bertumbuh/ dinamis dan gradual. Contoh fenomena kota kendari yang paling cepat perkembangannya adalah di wilayah Anduonohu artinya perkembangan ekonomi itu dapat dilihat dengan perkembangan ruang. Sekarang ini bahkan warung sudah menjadi indikator yang nyata daripada menggunakan indikator agregat dimana pengukurannya yang tidak jelas dan tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Dengan adanya ilmu ekonomi regional sekarang sudah mulai berkembang.
Dalam ekonomi regional juga terdapat teori yaitu teori kutub pertumbuhan bahwa daerah-daerah itu saling berhubungan satu sama lain dan cenderung menuju ke pusat daerah yang besar dimana daerah yang besar jumlah penduduknya maka semakin besar daya tarik kota tersebut. Dalam teori gravitasi yaitu bahwa semakin besar jumlah penduduk disuatu daerah maka semakin besar menyedot orang datang sehingga kegiatan ekonomi semakin besar dan dalam jangka panjang kota itu semakin berkembang.
Bahwa perekonomian itu bisa dilihat dari fenomena ruang. Pertumbuhan wilayah dimana yang tadinya wilayah itu kosong kemudian terbangun karena adanya indikator seperti ada warung, pangkalan ojek, penjual bensin, warung makan dsb. Dalam keseimbangan jangka panjang ruang itu mulai terisi berarti perekonomian tidak bisa hanya dilihat dari subyektif tetapi bisa dlihat apa adanya.
Kemudian ekonomi dilihat dari sisi pandangan pragmatis yaitu muncul wilayah perencanaan. Jadi pembangunan ekonomi itu bisa diarahkan melalui sebuah perencanaan maka lahirlah wilayah pantangan terhadap wilayah ekonomi itu sedikit pragmatis bahwa tidak ada yang tidak bisa diselesaikan, semua bisa diselesaikan dan dipikirkan bersama dalam sebuah wilayah perencanaan. Misalnya di Sultra yaitu, Kawasan Pertumbuhan Buton, Kolaka, Kendari. Wilayah pertumbuhan tersebut bisa mendorong pertumbuhan ekonomi berbeda dengan analisis pandangan subyektif bahwa pertumbuhan ekonomi itu didorong oleh sektor konsumsi kalau disini ada keterkaitan antar industri. Maka dari itu kita harus memperhatikan perimbangan-perimbangan terhadap keseimbangan jangka panjang. Bagaimana membuat suatu perencanaan itu terhubung antar wilayah sehingga tidak menimbulkan keadaan suatu wilayah yang hidup sendiri.
Untuk melihat bagaimana ekonomi regional diterapkan kita dapat menggunakan pendekatan analisis Inter-regional dan Intra-regional.
Analisis inter-regional adalah analisis hubungan antar wilayah yaitu antara provinsi yang satu dengan provinsi yang lain, kabupaten yang satu dengan kabupaten yang lain. Sedangkan analisis intra regional yaitu hubungan antara suatu wilayah dengan wilayah yang ada didalamnya misalnya antara provinsi dengan kabupaten, kabupaten dengan kecamatan.
Model analisisnya:
Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Douglas C. North pada tahun 1956 yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif (Competitive advantage) yang dimiliki oleh daerah atau wilayah yang bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan, hal ini terjadi karena peningkatan ekspor dapat memberikan dampak berganda (multiplier Effect) pada daerah yang bersangkutan (Sjafrizal 2008), pada model ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah yang bersangkutan, pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk kemudian diekspor, sehingga akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja baru (Arsyad 2010).
2. Model Interregional Income
Perluasan dari model ekonomi basis dapat dilakukan dengan memasukkan unsur hubungan ekonomi antar wilayah yang di kenal dengan interregional Income yang pertama kali diperkenalkan oleh Harry W Richardson (1991) dalam model ini ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem (Endegeneous variable) yang ditentukkan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah yang terdiri atas barang konsumsi dan barang modal. Sehingga modelnya seperti teori ekonomi Keynes yang dirumuskan sebagai berikut :
Yi = Ci + Ii + Gi + ( Xi-M)
Model ini memasukkan dampak dari daerah tetangga, itulah sebabnya maka dinamakan model interregional. Dalam model ini diasumsikan bahwa selain ekspor pengeluaran pemerintah dan investasi juga bersifat eksogen dan daerah itu terikat kepada suatu sistem yang terdiri dari beberapa daerah yang berhubungan erat. Model ini memiliki dua model skenario tentang pertumbuhan antar daerah, yaitu :
a. Surplus impor karena kenaikan pendapatan.
Investasi masuk ---> tenaga kerja masuk ---> mendorong ekspor daerah sekitarnya ---> impor daerah sekitarnya meningkat ---> ekspor daerah i meningkat ---> pemerataan pembangunan.
b. Surplus impor karena produksi merosot.
Investasi keluar ---> migrant tenaga kerja keluar ---> impor daerah luar meningkat ---> ekspor daerah i meningkat ---> menjadi sadle-point untuk daerah i tetapi dengan tingkat pendapatan yang lebih rendah ---> pembangunan daerah semakin melambat.
Masalah kunci untuk daerah i adalah pada saat impor daerah sekitarnya meningkat, seberapa jauh kebutuhan impor dapat dipenuhi di daerah i. Apabila ekspor daerah i hanya meningkat sedikit, daerah akan tertinggal. Sebaliknya apabila ekspor daerah i naik cukup tinggi maka pendapatan daerah i akan meningkat mengejarndaerah sekitarnya. Dalam model interregional terlihat bahw kemampuan untuk meningkatkan ekspor sangat berpengaruh dan menjamin kelangsungan pertumbuhan suatu daerah dan menciptakan pemerataan pertumbuhan antar daerah.
Pertumbuhan regional pada dasarnya mengunakan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi secara agregat. Hanya saja titik tekanan analisis pertumbuhan regional lebih diletakan pada perpindahan faktor (factor movements). Arus modal dan tenaga kerja yang mengalir dari suatu daerah ke daerah lain membuka peluang bagi perbedaan tingkat pertumbuhan anta daerah. Dalam analisis dinamik, tingkat pertumbuhan suatu daerah dapat jauh lebih tinggi dari tingkat normal yang dicapai oleh perekonomian nasional ataupun sebaliknya.
Komentar
Posting Komentar